Kamis, 14 Januari 2010

Legenda Tanjung Lesung

Cerita rakyat dari Banten

ADA traveler yang tampan, namanya Raden Budog. Dia sedang beristirahat di bawah pohon besar dan tak lama kemudian ia jatuh tertidur. Dia punya mimpi. Dalam mimpinya, dia bertemu dengan wanita yang sangat cantik. Wanita itu berdiri di depan dia. Raden Budog mencoba menyentuhnya. Tiba-tiba, sebuah ranting pohon jatuh dan memukulnya. Dan itu membuatnya bangun dari tidurnya. Dia marah!
Raden Budog tidak bisa melupakan wanita itu, dia ingin bertemu dengannya. Ia bepergian hari dan malam dan tidak pernah berhenti untuk beristirahat. Dan akhirnya ia tiba di sebuah desa. Semua penduduk desa adalah petani. Beberapa gadis itu menumbuk padi di dalam sebuah mortir. Orang-orang yang disebut mortir sebagai lesung. Mereka sibuk memukul-mukul dan suara yang dihasilkan pun seperti sebuah harmoni. Gadis-gadis memukul beras setiap hari, kecuali hari Jumat. Jumat adalah hari suci bagi mereka, karena sudah waktunya untuk berdoa kepada Allah.
Raden Budog menikmati suara. Dia sedang melihat semua gadis satu per satu.
Dan tiba-tiba, Aha! Dia melihat gadis yang ia temui dalam mimpinya.
Raden Budog sangat bahagia. Dia datang lebih dekat ke perempuan. Semua gadis itu takut dan mereka semua pulang. Raden Budog mengikuti gadis cantik.
Dan ketika gadis cantik tiba di rumah, Raden Budog mengetuk pintu.
Seorang wanita tua membuka pintu.
"Siapa kau, anak muda," tanya si wanita.
"Nama saya Raden Budog. Bolehkah saya menginap di rumah Anda? I'ma traveler dan aku tidak punya tempat tinggal, "kata Raden Budog. Dia sedang berusaha mencari alasan untuk tinggal di rumah.
"Namaku Nyi Siti dan aku tinggal dengan putri saya. Namanya adalah Sri Poh Haci. Suami saya meninggal dunia. Jika Anda ingin bermalam di sini, Anda dapat tidur di teras. Aku sangat menyesal, aku tidak mengijinkan laki-laki untuk tinggal di rumah saya, "kata Nyi Siti.
Di pagi hari, Sri Poh Haci membangunkannya.
Dia juga memberi segelas kopi. Raden Budog sangat bahagia. Dia kemudian mencoba menemukan cara bagaimana ia bisa tinggal di desa dan menikah dengan dia. Kemudian, ia Nyi Siti mengatakan bahwa ia akan membantunya di sawah. Nyi Siti setuju.
Hari lewat dan kemudian Sri Poh Haci juga jatuh cinta padanya. Lalu mereka menikah.
Budog raden masih bekerja di sawah dan Sri Poh Haci juga terus menumbuk padi di lesung. Suatu hari Raden ingin Budog pon beras. Dia juga ingin membuat suara yang baik. Namun itu hari Jumat, dan ia lupa bahwa menumbuk padi di lesung tidak diperbolehkan pada hari Jumat. Dan ketika ia sedang sibuk membuat suara, para penduduk desa berteriak.
"Hei, lihat! Seekor monyet berdebar-debar beras! "
Perlahan-lahan penduduk desa datang lebih dekat dengan Raden Budog. Dia tidak menyadari bahwa semua penduduk desa itu memandangnya, sampai satu orang berteriak kepadanya. "Hei, monyet! Hentikan! Hal ini Jumat! "
Raden Budog tidak mengerti mengapa orang-orang desa memanggilnya monyet. Dan ketika ia memandang tubuhnya, ia terkejut! Tubuhnya penuh dengan rambut. Dia bahkan memiliki ekor. Dia telah berubah menjadi monyet! Raden Budog begitu malu. Dia lari ke hutan.
Sejak saat itu orang yang bernama desa sebagai Desa atau Kampung Lesung Lesung.
Dan karena desa ini terletak di sebuah jubah, orang-orang kemudian diberi nama desa atau Tanjung Lesung Tanjung Lesung .***

0 komentar:

Posting Komentar